Powered By Blogger

Minggu, 30 Mei 2010

ANIMO BERHAJI VS KUOTA

Telah menjadi kemakluman bawasannya jumlah kuota haji yang dimiliki Indonesia tidak sebanding dengan jumlah animo masyarakan yang ingin pergi ke Tanah Suci. Ada beberapa indikator poisitif bersumber dari kenyataan ini, pertama kesadaran umat Islam untuk memenuhi panggilan Allah semakin meningkat, mereka tidak eman mempergunakan sebagian rizki yang telah Allah berikan kepada mereka untuk berhaji, kedua tingkat perekonomian umat Islam semakin lama semakin ideal. Namun animo berhaji yang sangat banyak ini menyebabkan daftar tunggu (waiting list) yang sangat panjang. Saat ini dana antrian haji sudah sampai pada tahun 2016.

Per 3 Mei 2010, Kemenag secara resmi telah memberlakukan kenaikan dana awal haji Dana awal haji tahun sebelumnya Rp20 juta/jamaah, dan naik menjadi Rp25 juta/jamaah sebagai alasan untuk meredam pendaftaran calon jamaah haji yang semakin meningkat. Dengan kenaikan tersebut, diharapkan daftar tunggu menjadi berkurang, sehingga calon jamaah tidak menunggu terlalu lama untuk bisa menunaikan ibadah haji. Itulah kalimat yang sempat penulis baca dari http://suaramerdeka.com

Sebuah kebijakan yang salah kaprah yang dan grusa-grusu. Bagaimana tidak, kebijakan ini tidak memihak kepada para calon jamaah haji yang berdana pas-pasan dengan menabung sedikit demi sedikit. Mereka berniat haji didalam hati seraya menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka. Setiap saat mereka berhitung “tahun sekian tabungan saya akan sekian Insyaalah bisa berangkat haji ”. Hal berbeda terjadi bagi “kaum” yang sering bahkan tiap tahun mampu berangkat ke Tanah Suci. Mereka tidak akan banyak terpengaruh terhadap kebijakan pemerintah dalam rangka melaksanakan rukun Islam yang kelima tersebut. Kerinduan yang membuncah untuk bisa menikmati khusyuknya beribadah di Masjidil Haram, nikmatnya perjuangan untuk mencium hajar aswad dan beberapa pengalaman ruhani lainnya adalah alasan yang dimiliki “Al Hujjaj” (para haji) merelakan uang puluhan juta rupiah dan tidak memberikan kesempatan kepada jamaah lainnya untuk merasakan apa yang telah mereka rasakan pada tahun-tahun sebelumnya.

Kebijakan Kemenag hanya menguntungkan beberapa pihak, selebihnya hanya akan menjadi ratapan kesedihan calon jamaah lainnya. Jika dengan alasan mengurangi daftar tunggu, ada beberapa hal yang mungkin bisa dipertimbangkan : 1) pembatasan pergi haji kepada orang yang telah melaksanakan ibadah haji, 2). Pemberian dengan jeda minimal lima atau bahkan sepuluh tahun untuk melaksanakan rukun Islam kelima tersebut. Mengenai kedua hal tersebut, Departemen Agama tentunya mempunyai data base yang valid mengenai jamaah haji setiap tahunnya, siapa saja yang sering pergi haji dalam kurun waktu tertentu. . Menaikkan dana awal haji hanya akan membuat kesempatan kepada dominasi oleh kalangan yang berkesempatan berhaji berkali-kali karena mereka dikaruniai kelebihan rizki oleh Allah .

Beberapa hal tidak terpuji yang sering dilakukan para jamaah haji yang ingin berangkat ke Tanah Suci kembali diantaranya adalah mereka merelakan ratusan ribu untuk menghilangkan gelar Haji/Hajjah agar bisa terdaftar kembali menjadi calon jamaah haji. Selain itu ada juga yang mendaftarkan diri di lain daerah karena kuota di daerahnya sudah terpenuhi. Beberapa hal tersebut tentunya kurang etis dilakukan oleh seorang yang telah bergelar Haji/Hajjah, hanya untuk memuluskan niat mereka mengunjungi Makkah Mukarramah. Jika keinginan untuk bisa merasakan khusyuknya bermunajat di Masjidil haram tidah terbendung lagi, para haji/hajah bisa melaksanakan umrah setiap satu bukan sekali atau lebih sering dari itu, selain tidak menjadi penghalang calon jamah haji lainnya.

Menilik dari segi syariat, melaksanakan haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup bagi orang yang mampu. Hukum wajib menjadi sunah apabila para haji/hajah melaksanakannya untuk yang kali kedua kali lebih. Rasulullahpun yang orang Arab (Arabiy), yang berkesempatan untuk melaksanakan haji lebih dari sekali, namun beliau hanya melaksanakan haji sekali yang dikenal dalam sejarah Islam dengan Haji Wada. Nabi saw pernah ditanya sahabat beliau ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya“Amal apa yang utama?”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. Penanya berkata : “Kemudian apa?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Jihad di jalan Allah”. Beliau ditanya lagi : “Kemudian apa?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Haji mabrur”. [Muttafaq ‘alaih]

Dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan haji setelah jihad. Dan yang dimaksudkan adalah haji sunnah. Sebab haji wajib merupakan salah satu rukun dalam Islam jika telah mampu melaksanakannya. Dan dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) disebutkan riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda. “Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” [HR Bukhari dan Muslim]

Namun semuanya dikembalikan kepada setiap pribadi. Bila hanya dengan 20 juta sebagai dana awal akan terkumpul 24 triliyun, maka apabila dinaikkan 25 % atau menjadi 25 juta maka akan terkumpul 30 triliyun. Sebuah jumlah yang sangat fantastis

Manakah yang lebih utama, antara melaksanakan yang sunnah namun menjadi penghalang bagi tamu-tamu Allah yang baru kali pertama melaksanakannya ataukah memberikan kesempatan tersebut kepada saudara muslim lain yang baru pertama kali melaksanakannya ? Alangkah Indahnya bila setiap kita mampu merasakan nikmatnya khusyuknya beribadah di masjidil haram, nikmatnya berjuang untuk mencium hajar aswad dan beberapa pengalaman ruhani lainnya. Alangkah lebih baiknya jika dana yang direncanakan untuk biaya haji kedua, ketiga dan seterusnya dialihkan untuk kemaslahatan umat dengan memberikannya kepada saudara-saudara yang membutuhkan bantuan modal, anak-anak yatim yang tidak mampu bersekolah, donatur bagi anak-anak di panti asuhan, membuat tersenyum para pahlawan penerus kehidupan yang tidak diurusi keluargannya di panti jompo dan panti sosial. Diriwayatkan dari Abu Darda’ ra bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah saw mengadukan hatinya yang keras, maka beliau saw bersabda, “Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi.” (HR. Ath-Thabrani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar